Oleh : Nahra Malik
Suasana kelas begitu sunyi. Hanya terdengar dehem-an Pak
Asnadi yang sedang sibuk mencatat kutipan ayat tentang “ikhlas” di White-Board
yang begitu bening mengkilap. Tak lama kemudian, seorang siswa dengan gaya
nya yang khas dan Cool abis-abisan tiba-tiba berdiri di depan pintu.
Dengan raut nya yang sedikit terkejut, ia segera menghampiri pak Asnadi dan
meraih tangannya sambil mengucapkan salam.
“Assalamu’alaikum pak”. Kata nya, seraya menampakan
sebaris giginya. Namun, saat ia hendak duduk, pak Asnadi segera mencegahnya.
“stop ?” cegah pak Asnadi dengan tatapan tajam nya
membidik kedua bola mata si siswa yang agak sembam. “kamu belum mandi?”. Tanya
pak asnadi dengan santai nya sambil menjewer kupingnya sedikit dengan agak
lembut.
“su.. sudah kok pak”. Jawab si siswa Cool abis-abisan
itu agak gugup
“kok mata nya masih sembam??”. Tanya pak asnadi lagi
“ooh.. i.. itu”. Jawab si siswa gelagapan
“baru bangun ya??”
“iya pak... baru bangun tuuh”. Teriak beberapa siswa
Sejenak teriakan para siswa kemudian terhenti saat pak
asnadi membidikan kedua matanya kearah mereka.
“i..iya pak”. Jawab siswa over Cool itu
“kemarin sudah saya ingatkan ‘jangan terlambat !!!’ kamu
lupa atau nggak ingat???”.
“ahahaha... sama aja kali paak... ump”. Cetus seorang
siswa yang kemudian menghentikan tawa nya saat tatapan khas pak Asnadi menyorot
tajam kepadanya.
“ma..maaf pak, saya kesiangan. Saya bersedia diberi hukuman
apa saja yang penting bapak memaafkan saya. Saya janji pak, saya akan berusaha
agar tidak terlambat lagi. Mohon maafkan saya pak”. Kata siswa itu sambil
menundukkan wajahnya tanda menyesal.
“hmmm.. baiklah nak. Kalau kamu benar-benar serius ingin
belajar, tolong jangan terlambat lagi karena hal itu bisa jadi kebiasaan
nantinya dan yang rugi bukan bapak, tapi kamu sendiri. Kali ini, karena kamu
begitu menyesal dan sopan, saya beri keringanan untuk hukuman kamu. Kamu cukup
hafalkan surat Al-Insyiqaaq dan besok harus hafal.”. kata pak Asnadi yang
kemudian menyuruhnya duduk bersama siswa yang lain.
Waktu bergulir begitu cepat. Bel ganti pelajaran pun
berbunyi dan pak Asnadi mengakhiri pembelajarannya. Beberapa saat kemudian,
datang lah Guru Fisika. Seorang guru perempuan dengan seragam PDH nya yang
terlihat begitu cantik dan keibuan dengan postur tubuhnya yang tinggi dan agak
gemuk.
“Selamat pagi menjelang siang anak-anak. Melanjutkan
pembahasan pada pertemuan sebelumnya, Kali ini kita akan membahas tentang Stress.
Stress berasal dari bahasa inggris yang artinya “tekanan”. Dengan Rumus
Stress (P)=F/A , artinya, Stress (tekanan pada benda) itu sama dengan
gaya dibagi luas permukaan benda yang menerima gaya. Sebagai analogi-nya, Stress
= beratnya masalah kehidupan dibagi luasnya hati seseorang, semakin luas
hati seseorang (ikhlas ridha) maka tingkatan stress-nya juga akan
semakin kecil...”. jelas Bu Erni, Guru Fisika yang energik dan terlihat genius
dengan kacamata nya yang melekat dikedua mata belo-nya itu.
Selang beberapa saat, datang seorang guru piket.
“Assalamu’alaikum, mohon maaf Bu Erni.. boleh saya minta waktunya sebentar?”.
Kata Pak Salman.
“Boleh pak, silahkan”
“Disini, ada yang bernama ‘Sila Susila Suparman’?
“ada paak..”. jawab beberapa siswa
“kamu dipanggil ke kantor. Sekarang ya”
Dengan sedikit gugup, siswi manis yang agak pemalu itu
pun beranjak dari tempat duduknya. Namun karena ragu, ia kembali duduk dan
berbisik kepada teman sebangkunya “anterin aku dong Ci,”. Katanya kepada Cici,
teman sebangku yang selalu setia mendampingi ia dikala susah, maupun senang.
“..tapi Sil, Bu Erni...”. belum, sempat Cici melanjutkan
kalimatnya, Guru Fisika menegur mereka.
“kenapa malah asik berbisik? Ayo... Sila... cepat ke
kantor dulu”. Kata Bu Erni dengan nada keibuannya.
“..i ..iya bu” jawab sila sambil melirik Cici.
“ibu, maaf.. katanya Sila minta di anter”. Kata Cici agak
segan
Sekilas senyuman tersiar diwajah Bu Erni. “Nak Sila, kamu harus belajar
mandiri.. ya. Ayo silahkan ke kantor sendiri.. ya”
“iya bu”. Jawab Sila
“oh iya, sila.. sambil ke kantor tolong ambilkan isi
tinta ya ..spidol ibu kering”
“i..iya bu” jawab Sila. yang kemudian pergi ke kantor
dengan langkahnya yang malu-malu. Itu pertama kalinya bagi Sila pergi ke kantor
sendirian. Jantungnya berdegup begitu hebat. Entah kenapa siswi yang satu ini
begitu pemalu.
Sesampainya di kantor, ternyata bagian Tata Usaha
membutuhkan informasi biodata yang jelas tentang Sila. Kemudian Sila menuliskan
tanggal lahirnya di lembar biodata“14 Agustus 2001”
“Sila Suparman? ..Bapak Kamu namanya Suparman? Dan kamu
lahir di hari Pramuka?? Itu Benar?”. Tanya Pak Helmi, bagian Tata Usaha itu
dengan nada tegas.
“Bukan pak, nama saya Sila Susila Suparman, dan
bapak saya Udin, bukan Suparman”. Jawab sila dengan nada gugup dan terkejut
“hehehe... bapak bercanda Nak.” Kata Pak Helmi yang hoby
humor itu. Wajah ramahnya semakin terlihat akrab.
Wajah kuning langsat Sila segera berubah menjadi merah
kehijauan. Sila yang sangat pemalu itu semakin merasas malu saat itu.
“oke.. terimakasih ya, maaf waktu belajarnya jadi
terganggu. Silahkan Nak Sila kembali ke kelas”
“..iya pak, terimakasih”.
Sila berjalan agak tergesa menuju kelasnya dengan membawa
sebotol tinta di tangan. Tiba-tiba...
“Brukkkk...”. Sila menabrak seorang siswa.. dan..
ternyata ia adalah...
Siswa itu terkejut dan semakin terkejut ketika melihat isi tinta tertumpah
di kulit tangan nya yang begitu putih bersinar. “ya..ya ampun”
“haaaaa...”. Sila tak mampu berkata-kata, ia begitu
terkejut. Mulutnya menganga sambil menatap wajah tirus berkumis tipis itu.
Tatapan nya beralih ke nama yang tertulis di baju Siswa seniornya itu “M.
Fariz”. Tanpa basa-basi Sila langsung melarikan diri dan lari menuju kelasnya.
Dengan nafas tersendat-sendat ia meletakan botol tinta di meja guru dan segera
menuju tempat duduknya. Suhu tubuhnya beralih menjadi sedingin Es, dan kulit
langsatnya menjadi begitu pucat pasi.
“Sila.. ada apa?” tanya Cici setengah berbisik.
“..” Sila tak mampu berkata-kata, matanya berkilat basah
seakan ingin mledakan tangis.
“sila ???”. tanya Cici lagi, penasaran.
“nggak kenapa-kenapa ci”. Jawabnya, lemas.
Tak berapa lama, bel istirahat berbunyi.
“Terole..role..role..roleeet. role..rolee... role..roleet....”
Siswa-siswi kelas X-Mia-4 itu berhamburan keluar.
Beberapa siswa pergi ke perpustakaan, ke kantin dan sisanya ber-semedi di
dalam kelas. Tentunya setelah Bu Erni menutup pembelajaran.. hehe.
Berselang 20 menit. Bel masuk kelas berbunyi dan
terdengar suara dari arah salon kecil disetiap sudut dinding kelas. “Tes...
Tes... ehm. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Diberitahukan kepada seluruh siswa-siswi
MAS MALIKA Pandeglang agar berkumpul di aula sekolah karena ada beberapa
informasi penting yang akan disampaikan. Terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb”
Dengan segera, para siswa dan siswi MAS MALIKA dari kelas
X sampai XII bergerombol memasuki aula. Para siswa duduk di kursi bagian kanan
dan para siswi duduk di kursi bagian kiri.
“Cicii...”. gumam sila yang baru sadar bahwa sahabatnya
itu tidak di sampingnya. Sila mondar mandir mencari keberadaan Cici. Dan ...
“Brukkk..”. tiba-tiba ia menabrak seorang siswa.
“hmmhh..”. desis siswa itu kesal sambil menggelengkan
kepalanya.
Lagi-lagi Sila menabrak seorang siswa, dan untuk yang
kesekian kalinya ia menabrak siswa berkumis tipis itu. dan untuk kesekian
kali-nya pula ia terlalu gugup sampai-sampai mengabaikan kata ‘maaf’. Seperti
biasa, sila melarikan diri dengan wajahnya yang memucat dan suhu sedingin Es.
Ditengah kerumunan, sila semakin salting. Ia hanya mampu berdiri mematung
ditengah kerumunan.
Suara Pak Salman yang menggema terdengar didepan aula. Ia
berdiri untuk membuka acara –
Gemuruh salon menjadi backsound yang begitu syahdu
bagi perasaan Sila yang dag-dig-dug tak karuan. Suasana aula semakin sunyi dan
hanya ada suara pemandu acara yang seakan memanggil-manggil dirinya. Semakin
sunyi... dan... tiba-tiba terdengar ledakan tawa.
“ha..ha..hahaha”.. suara tawa para siswa dan siswi itu
kian bergemuruh, dan akhirnya Sila tersadar bahawa hanya dirinya yang berdiri
mematung diantara barisan siswa dan siswi yang telah duduk rapi. Ia merasa sangat
gugup. Sampai akhirnya ia menemukan tempat duduk yang kosong di baris ke 5.
Suasana hati Sila tidak begitu baik. Ia merasa sangat
malu. Beraneka macam kalimat yang disampaikan oleh Pak Salman seolah hanya
numpang lewat di telinganya. Hingga terdengar nada yang sedikit kesal di depan
sana yang kemudian membuatnya lebih fokus.
“..tolong anak-anak, yang dibelakang.. tolong jangan
berisik.”. kata pak Salaman makin kesal.
“..iya bapaaaaaak”.. balas beberapa siswa dibelakang yang
tidak kebagian tempat duduk (entah mungkin sengaja tidak ingin duduk)
“..Mendengarkan baik-baik ketika seseorang berbicara
didepan itu merupakan etika,..”. lanjut pak Salman.
“iya bapaaaak”.. balas beberapa siswa di belakang itu
dengan nada yang sedikit ngalelewe
“..kalian sebagai
siswa MAS yang notabene adalah muslim dan berpendidikan seharusnya faham. Jangan
dibiasakan ricuh seperti ini...!!!”. kata Pak Salman. Wajahnya merah padam.
“iyaaa.. bapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak”.. balas
beberapa siswa itu lagi semakin keras. Semua mata tersorot kepada mereka.
“ehm...”. desis Kepala Sekolah yang kemudian memasuki
Aula. Langkahnya yang kharismatik menghentikan semua kebisingan. Seketika
suasana menjadi sunyi. Semua mata menunduk.
Tiba-tiba. “tuuuuuuuuuttt.. tuut”. Terdengar suara
nyaring ditengah aula.
Sontak semua mata tersorot kearah barisan siswi dan
semakin tajam menyorot kearah seorang siswi Manis yang diam membisu dengan
wajah nya yang semakin pucat pasi dan gemetaran.
“..siapa itu yang kentut??”. Cetus seorang siswa.
“siapa ?”. tanya Kepala Sekolah, dengan raut sedikit
ganas.
Suhu tubuh Sila makin beku. Sejenak suasana menjadi
hening.
Tiba-tiba seorang siswa yang duduk tidak jauh dari tempat
duduk Sila berdiri. “Saya pak. Maaf”. Katanya.
Semua siswa terhenyak. Terutama para siswi yang notabene
adalah fans berat siswa senior berkulit terang itu.
“ya ampun... si kakak.. aku nggak nyangka”. Gumam seorang
siswi dengan nada sangat pelan. “..kharismamu jadi berkurang kak.. oh no...”.
lanjutnya lagi.
“tapi ..dia Stay Cool and So Handsome meskipun
punya bunyi senyaring itu”. Gumam siswi lainnya yang begitu terpana melihat
sosok siswa senior yang tegap dan berkumis tipis itu.
Disisi lain, Sila sangat terkejut. “haaaah??? Emang
selain aku ada juga yang ken....t??” gumamnya dalam hati. “kok...”. kemudian
Sila menoleh keseberang kearah siswa yang mengaku ken...t itu dan...
“M.Fariz... ya... ya ampun. Kok.... dia”. Desisnya lagi dalam hati.
Tiada kata, hanya mampu menduga...
Siapakah Engkau wahai insan shalih..
Yang melangkah pasti penuh keteguhan,
Berjalan seraya menuang cinta di setiap langkahmu..
Haruskah ku tetap membisu?? Dibalik fakta yang
tersembunyi
Tersembunyi dalam lindunganmu...”
Catatan “Sila Susila Suparman”
00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar