Oleh: النهر
Cairan jernih itu mengucur deras
dari langit-Mu.
Fikir terus saja melanglangbuana
entah kemana. Bukan tanpa alasan, Kadang jiwa bergetar dahsyat dan bola mata
meleleh hebat. Seperti hujan yang deras itu.. jeritan jiwaku membara diantara
gemericik panggilan cinta-Mu yang merayap membasahi setiap organ tubuh yang
kekeringan.
Mungkin saja hujan tak sehebat
kala petir mengguncang semesta. Namun cukup kuat pengaruhnya bagi fikir yang
sedang berdiri tegak menatap angkasa luas yang menyimpan sejuta rahasia itu.
Sehingga kepalaku mulai merunduk perlahan kearah bumi basah ini. Semua diam.
Semua diam. Hanya bisik hujan yang berbicara. Ia hanya ingin di dengar oleh
setiap jiwa yang hidup.. dan berusaha membangunkannya dari kematian.
Aku lelah dan segera kalah. Kalah
dengan rasa malu. Malu untuk melanjutkan kelelahanku.
Aku lelah dengan aktivitasku,
lelah dengan segala problema, lelah dengan amukan jiwaku, lelah dengan
kebandelan ego ku.. namun bisa kah aku lebih lelah dari bumi yang lebih tua
dariku? Bisa kah aku lebih bosan dari matahari yang setiap saat merayap menatap
fenomena alam yang penuh warna dan bising ini? Bisa kah aku lebih lelah dari
bulan yang terus tumbuh dan menyusut tanpa pensiun?
Tidak. Tidak bisa.
Semua yang kupikirkan hanya akan
membuatku semakin merasa malu. Sangat malu.
*Dunia amat menawan. Bukan
sekedar keelokan pantai atau sejuknya pegunungan. Ada banyak hal yang bisa
dinikmati.
*Setiap kaki melangkah, bahkan
darah pun terus melangkah mengaliri urat-urat di dalam tubuh. Kebahagiaan
sesungguhnya hanya ada ketika jiwa dekat dengan pemiliknya.
*Harta, tahta, title, dan
keluarga bisa diperoleh dengan mudah. Namun tidak dengan surga.
Gores Pena
Saat
Hujan Bicara
Oleh: النهر
Cairan jernih itu mengucur deras
dari langit-Mu.
Fikir terus saja melanglangbuana
entah kemana. Bukan tanpa alasan, Kadang jiwa bergetar dahsyat dan bola mata
meleleh hebat. Seperti hujan yang deras itu.. jeritan jiwaku membara diantara
gemericik panggilan cinta-Mu yang merayap membasahi setiap organ tubuh yang
kekeringan.
Mungkin saja hujan tak sehebat
kala petir mengguncang semesta. Namun cukup kuat pengaruhnya bagi fikir yang
sedang berdiri tegak menatap angkasa luas yang menyimpan sejuta rahasia itu.
Sehingga kepalaku mulai merunduk perlahan kearah bumi basah ini. Semua diam.
Semua diam. Hanya bisik hujan yang berbicara. Ia hanya ingin di dengar oleh
setiap jiwa yang hidup.. dan berusaha membangunkannya dari kematian.
Aku lelah dan segera kalah. Kalah
dengan rasa malu. Malu untuk melanjutkan kelelahanku.
Aku lelah dengan aktivitasku,
lelah dengan segala problema, lelah dengan amukan jiwaku, lelah dengan
kebandelan ego ku.. namun bisa kah aku lebih lelah dari bumi yang lebih tua
dariku? Bisa kah aku lebih bosan dari matahari yang setiap saat merayap menatap
fenomena alam yang penuh warna dan bising ini? Bisa kah aku lebih lelah dari
bulan yang terus tumbuh dan menyusut tanpa pensiun?
Tidak. Tidak bisa.
Semua yang kupikirkan hanya akan
membuatku semakin merasa malu. Sangat malu.
*Dunia amat menawan. Bukan
sekedar keelokan pantai atau sejuknya pegunungan. Ada banyak hal yang bisa
dinikmati.
*Setiap kaki melangkah, bahkan
darah pun terus melangkah mengaliri urat-urat di dalam tubuh. Kebahagiaan
sesungguhnya hanya ada ketika jiwa dekat dengan pemiliknya.
*Harta, tahta, title, dan
keluarga bisa diperoleh dengan mudah. Namun tidak dengan surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar