Oleh:
Didah El-Fauzi Malik
Sangat
sering kita melihat hampir di seluruh tempat orang Indonesia merokok dengan
nikmatnya. Namun jarang sekali melihat orang Indonesia yang asik terpekur
membaca buku di tempat umum. Orang Indonesia adalah bangsa yang sangat malas
membaca buku. Tak heran, industry rokok berhasil mengalahkan industry buku
karena orang Indonesia lebih suka membeli rokok daripada buku.
Kondisi
minat baca bangsa Indonesia memang semakin memprihatinkan. Berdasarkan study
“Most Littered Nation In The Word” Oleh Central Connecticut State
University pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat
ke 60 dari 61 negara soal minat membaca, yaitu berada persis dibawah Thailand
(59) dan diatas Bostwana (61). Padahal dalam fasilitas dan infrastruktur,
Indonesia berada di atas negara-negara Eropa, seperti Jerman, Portugal,
Selandia baru dan Korsel (Korea Selatan).
Kementrian
pendidikkan dan kebudayaan terus menggenjot minat baca masyarakat khususnya
peserta didik. Berdasarkan survey UNESCO, minat baca masyarakat
Indonesia baru 0,001 % artinya dalam seribu masyarakat yang memiliki minat baca
hanya satu orang saja. Dengan keadaan demikian Indonesia hampir setara dengan
Afrika Selatan.
Sementara
itu dalam data BPS 2006 menunjukkan tingkat minat baca masyarakat usia diatas
15 tahun menunjukkan 55% orang leBih tertarik membaca Koran, 29% membaca
majalah, 16% membaca buku cerita dan 44% membaca buku pelajaran sekolah, dan
jumlah masyarakat usia 15 sampai 59 tahun yang buta aksara sebanyak 5,9 juta
jiwa atau 3,70% dari 81 juta jiwa.
Situasi
itu tentu menjadi catatan penting dalam dunia pendidikkan di tanah air.
Bagaimana caranya bisa meningkatkan kemampuan literasi, tentu ini bukan hanya
pekerjaan rumah untuk pemerintah, tapi juga perlu kesadaran masyarakat untuk
mulai membiasakan diri untuk membaca.
Lalu
apa yang menyebabkan minat membaca masyarakat sangat minim, bahkan hampir semua
orang tidak suka membaca. Berikut adalah alasan-alasan logisnya :
1.
Membaca bukan
kegiatan instann yang bisa langsung dinikmati hasilnya, membaca tidak sama
dengan makanan cepat saji atau minum Coca Cola. Kadang hasil bacaan tersebut
baru akan dinikmati bertahun-tahun setelahnya.
2.
Orang Indonesia
punya jiwa sosial yang tinggi dan suka bergantung pada lingkungannya. Mereka
lebih suka ngobrol di warung kopi atau warung makan. Membaca buku menyebabkan
individualism
3.
System
pendidikkan tidak mewajibkan untuk membaca buku.
4.
Orang Indonesia
lebih suka berbudaya lisan ketimbang membaca atau menulis.
5.
Membaca adalah
pekerjaan elit, sementara Indonesia terbiasa dengan hidup sebagai negara
jajahan dan sebagian besar dari rakyat jelata.
Dari
kelima factor tersebut membuktikan bahwa pola fikir masyarakat Indonesia masih
sangat kuno. Kita harus berevolusi mental. Globalisasi mempunyai manfaat bagi
bangsa Indonesia pada titik tertentu. Globalisasi melatih bangsa Indonesia
untuk berkompetisi dan bekerjasama. Dengan demikian sedikit demi sedikit dapat
mengikis mental colonial yang diwariskan para penjajah.
------------------------------------------------Dari
Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar