gadget

EDISI

EDISI 1 (12) EDISI 2 (11) EDISI 3 (14) EDISI 4 (10) EDISI 5 (9) EDISI 6 (9) IKLAN (4) INFO (5) RESENSI (6) Salam Redaksi (7)

Jumat, 05 Januari 2018

Resensi Buku "Api Sejarah - 1" Part (4) Oleh Siti Rodiah


Resensi yang ke 4 ini  lebih dominan membahas twntang proses islamosasi di Indonesia serta awal masuknya imperialis ke Indoneaia.
Mungkin banyak kita jumpai, banyak sekali prosea Islamisasi di Indonesia, namun Proses islamisasi dengan cara niaga dan pernikahan adalah ciri umum spesifikasi Islam. Peran pasar jelas menjadi faktor utama pesatnya penyebaran agama Islam, namun pernikahan juga ikut berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, seperti yang ditulis dalam "Carita Purwaka Caruban Bumi (1720) ", pengaruh pernikahan dalam penyebaran agama Islam di pakuan Padjajaran yaitu pernikahan antara Raden Pamanah Rasa atau yang lebih dikenal dengan Prabu Siliwangi dengan Njai Soebang Larang yang merupakan santri dari Syekh Hasanuddin (Syekh Qoera). Ketika pernikahannya dengan Njai Soebang Larang, sebenarnya Siliwangi telah memeluk Islam dan pernikahannya pun dilaksanakan secara Islami dan menjadi sebab terjadinya Islamisasi Prabu siliwangi.
     Dari pernikahan Prabu Siliwangi dengan Mjai Soebang Larang, melahirkan 3 irang anak yaitu Walang Sungsang, Rara Santang, dan Radja Sangara atau Raden Kian Santang. Ketiga anaknya ini menjadi perintis Dinasti Siliwangi sebagai penganut Islam.
    Berikutnya hasil pernikahan antara Rara Santang dan Syarif Abdullah melahirkan seorang putra yaitu Syarif Hodayatullah / Sunan Gunung Djati, itu berarti ia adalah cucu dari Prabu Siliwangi. Dengan begitu, Dinasti Prabu Siliwangi melahirkan salah seorang Wali Songo. Walaupun pengaruh Siliwangi dalam melaahirkan kekuasaan politik Islam di Indonesia kurang ditekankan.
 Peristiwa keluarga Siliwangi memeluk Islam ini menunjukan bukti terbukanya bangsa  Hindu Budha terhadap Islam. Namun proses Islamisasi yang begitu damai, dituliskan bak dongeng dengan fakta yang sangat terbalik, dikisahkan proses Islamisasi yang melibatkan anak-anak Siliwangi mengakibatkan anak-anak Siliwangi diperlakukan tidak pantas oleh keluarga istana yang beragama Hindu, bahkan mereka diusir dan diasingkan. Sedangakn nyatanya tidak demikian, daerah Dinasti Prabu Siliwangi justru menyebar hingga ke Jawa Timur.

    Sejarah mencatat, perubahan agama jyga dapat dilihat dari perubahan nama. Masuknya agama Islam ke Nusantara membawa perubahan yang sangat besar, bagitu pula dengan perubahan nama. Masyarakat pada zaman Hindu Budha pra Islam cenderung lebih menyukai nama-nama yang berbau fauna atau hewan, seperti Hayam Woeroek, Gadjah Mada, Walangsungsang dll. Namun setelah ajaran Islam mulai terserap masyarakat, perubahan nama mulai terjadi menjadi lebih baik, misalnya Walangsungsang yang berarti belalang yang berposisi sungsang berubah nama menjadi H. Abdullah Imam/ Ki Samadullah, dan Rara Santang yang berubah nama menjadi Saripah Moedaim  setelah melakukan haji bersama kakaknya.
     Kemajuan penyebaran Islam di Nusantara juga tidak terlepas dari peran santri, ulama dan wirausahawan muslim yang tidak hanya nertindak sebagai pelaku pasar, tetapi juga sebagai pendidik generasi muda dan pesantren. Dari sinilah lahir komunitas-komunitas baru ditengah masyarakat berupa wirausahawan, ulama, santri, dan selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan kekuasaan politik Islam atau Khilafah.

   Disaat pudarnya kekuasaan Hindu Budha, datanglah penjajah ke Indonesia yaitu Katolik Portugis dan Protestan Belanda yang memperparah keadaan kekuasaan Hindu Budha sekaligus mempercepat kemajuan politik Islam dan pelan-pelan menggantikan  kekuasaan Hindu Budha di indonesia. Namun, salah satu kemunduran kerajaan Budha yaitu kerajaan Budha Sriwijaya, diceritakan mengalami kemunduran karena serangan Islam. Padahal kenyataannya, hal itu terjadi karena serangan kerajaan Chola dan Drawida fari india (1000 M) .

    Menurut Drs. M. Ali mengatakan bahwa salah satu faktor keruntuhan kekuasaan Hindu Budha karena ketika pembangunan candi-candi dan parung besar, rakyat yang berkasta Sudra dan Paria diwajibkan melaksanakan kerja bakti. Hal ini sangat menyengsarakan rakyat, dan lambat laun mereka mulai meninggalakan agamanya lalu beralih masuk Islam. Hal ini tentu memperlemah kekuasaan Hindu Budha.

Karena kondisi yang semakin kacau inilah, kesoeltanan Demak melancarkan perlawanan bersenjata merebut kembali Malaka (1512 M), gerakan ini disebut gerakan nasionalisme.   Tetapi kini gerakan nasionalisme diartikan sebagai gerakan yang hanya membela bangsa dan tanah air saja, tanpa mempedulikan unsur agama. Padahal secara historis, baik imperialis maupun gerakan nasionalis dimotivasi oleh keyakinan agama.  
 Demikian juga setelah indonesia Merdeka, hal-hal yang memyangkut masalah sejarah agama Katholik dan Protestan di Indonesia tidak dikaitkan dengan penjajahan barat, bahkan dalam Diorama Monas, dikatakan Protestan dan Katholik di Indonesia sebagai pemersatu. Jelas ini merupakan penyimpangan sejarah yang besar. 
         Namun gerakan yang dialancarkan kesultanan Demak mengalami kegagalan, dan karena ketidak berhasilan ini datanglah Imperialis Katolik Spanyol yang berupaya bersaing dengan  Katolik Portugis untuk melakukan pendekatan kepada Kesultanan Ternate dan Tidore.
         Katolik Portugis memgimbangi dengan mendirikan benteng pertahanan di Soenda Kalapa(1522) dan bertahan selama 6 tahun (1521-1527).  Namun Sunan Gunung Djati berhasil merebut kembali Soenda Kalapa dari tangan Katolik portugis dengan bantuan Fatahilah, karena keberhadilan ini beliau kemudian mengganti nama Soenda Kalapa tersebut menjadi Fatha Mubina kemudian menjadi Jayakarta (saat ini disebut Jakarta) yang artinya kemenangan paripurna. 

       Selain itu, Portugis juga menjalin hubungan diplomatik dengan kesultanan Ternate (1522), namun karena dirasa semakin hari semakin menindas dan tidak dapat bekerja sama dengan Islam,terutama terjadi praktek Kristenisasi. Maka 50 tahun setelah mendirikan benteng, kesultanan Ternate dibawah Soeltan Baabullah(1570-1583), berhasil mengusir Portugis dari kesultanan Ternate.  Setelah keraje2aan Katolik Portugis terusir, maka berakhirlah perlawanan umat Islam terhadap Imperialis Barat dan dilanjutkan dengan Imperialis Katolik yang diprakarsai oleh Portugis dan Spanyol lalu Protestan Belanda dan Inggris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INFO Terbaru

INFO Terbaru
"The Best Writer Of The Month" Edisi September

INFO Khusus

INFO Khusus
Karena terbentur dengan kegiatan UAS dan libur sekolah, pendaftaran anggota baru dibuka pada tanggal 01 November - akhir Desember 2017